Wednesday, April 16, 2008

Sensor dan Keamanan Internet

Sensor dan Keamanan Internet di Indonesia

Internet berkembang sangat cepat seiring dengan perkembangan waktu. Yang membuat internet semakin berkembang adalah bertambahnya jaringan internet kecepatan tinggi serta komunitas orang kreatif yang semakin mudahnya menciptakan konten digital dan sebelumnya hanya mampu dibuat oleh perusahaan profesional di bidang media.

Banyak orang kreatif yang bebas mengembangkan content sendiri, sering juga disebut dengan user generated content. Mereka hanya menggunakan kamera digital, handycam, dan komputer dalam membuat isi internet tersebut. Ini terlihat dalam situs-situs blog terkemuka seperti youtube.com, myspace.com, dan multiply.com yang setiap hari ribuan isi baru, baik tulisan maupun video, di-upload ke situs-situs ini.

Dalam dua minggu terakhir, jaringan internet di Indonesia bisa dibilang ”lumpuh” untuk mengakses situs-situs blog terkenal itu karena salah satu isinya dinilai pemerintah melanggar tata budaya bangsa ini. Isi tersebut adalah video berjudul Fitna yang dibuat seorang Belanda bernama Geert Wilders. Pada 2 April 2008, Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia mengeluarkan surat pemblokiran situs dan blog yang memuat film Fitna. Surat ini ditujukan kepada semua ISP (Internet Service Provider) dan NAP (Network Access Provider) di Indonesia.

Pengatur rute

Terbukti, setelah ada surat pemblokiran tersebut, film Fitna yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat banyak, tetapi karena sudah dipublikasikan oleh media massa justru memicu orang ingin tahu apa isi film tersebut. Berdasarkan data dari Google, pencarian tentang Fitna juga melonjak tinggi sejak beredarnya isu pemblokiran yang dilakukan pemerintah.

Semua ISP dan NAP cukup repot dengan adanya surat ini. Hampir semua penyedia jasa akses tersebut melakukan pemblokiran ke situs youtube.com yang berdampak bukan hanya pada film Fitna yang terblokir, namun semua konten juga ikut terblokir sementara.

Melakukan pemblokiran memang bukan hal yang mudah, karena pemblokiran itu menghamburkan sumber daya router, perangkat telekomunikasi yang berfungsi sebagai pengatur rute-rute ke seluruh jaringan internet. Ini adalah cara yang paling mudah untuk melakukan pemblokiran suatu konten karena akses pelanggan melalui jaringan ISP dan NAP.

Namun, ada masalah lain karena masih banyak ISP ilegal di Indonesia, terutama di luar pulau Jawa. Yang dimaksud dengan ISP ilegal adalah selain ISP ini belum memiliki izin dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika-Direktorat Pos dan Telekomunikasi, ISP tersebut juga membeli bandwidth langsung ke provider di luar negeri melalui satelit asing yang belum memiliki hak labuh atau landing right.

Timbulnya ISP ilegal ini karena harga bandwidth internet di luar Pulau Jawa sangat mahal karena jaringan leased line antarpulau hanya disediakan beberapa perusahaan seperti Telkom, Indosat, dan Excelcom. Ini merupakan dilema, hal-hal bisnis maupun finansial atau tingginya harga bandwidth di daerah ini yang membuat banyak ISP ilegal tumbuh di Indonesia.

Sentra ”database”

Pemblokiran ini berbeda dengan sistem pemblokiran di negara lain yang jauh lebih baik dan teratur karena peran pemerintah sangat terasa, bukan hanya ketentuan saja melainkan termasuk dari segi teknis jaringan. Di China, misalnya, pemerintahnya melakukan sensor terhadap berbagai isi internet yang bersifat pornografi ataupun isi lain yang bertentangan dengan pemerintah.

Mereka memiliki sebuah sentral blacklist database, sehingga dengan mudah melakukan kontrol terhadap berbagai isi yang ada di jaringan internet. Dari sentral blacklist database tersebut, ditempatkan perangkat filtering dengan kemampuan sesuai kapasitas suatu ISP atau NAP sehingga pemblokiran dilakukan oleh pemerintah dan kinerja akses internet pengguna juga tidak terganggu. Jika ingin memblokir satu isi, mereka tinggal menambahkan data ke daftar blacklist database. Semuanya ini juga dibiayai oleh pemerintah, termasuk penyediaan perangkat filter yang mereka tempatkan di ISP atau NAP.

Berbeda sekali dengan keadaan di Indonesia, pemerintah melakukan pemblokiran hanya dengan mengirim surat kepada perusahaan ISP atau NAP. Setiap ISP dan NAP kemudian harus melakukan pemblokiran masing-masing di perangkat jaringan mereka.

Bahkan ada ISP atau NAP yang belum tahu cara melakukan pemblokiran itu. Akibatnya, isi yang seharusnya diblok bisa lolos juga. Di Indonesia sudah ada ID-SIRTI, badan pengamanan internet yang dimiliki pemerintah. Namun, ternyata tidak berfungsi dengan baik pada waktu pemblokiran Fitna. Permasalahannya juga tidak jelas apakah itu masalah teknis, pelaksanaan, atau lainnya.

Internet mempunyai banyak dampak, baik segi positif untuk keperluan bisnis dan komunikasi, maupun segi negatif karena isinya mungkin tidak cocok untuk sesuatu kalangan. Berkembangnya berbagai isi di internet merupakan bukti bahwa setiap orang dapat berdemokrasi dan bebas mengungkapkan isi hatinya kepada dunia dan dapat menyebar sangat cepat seperti virus. Kembali lagi ke diri kita sendiri sebagai pengguna internet, harus memilah mana yang baik dikonsumsi atau mana yang tidak baik.
Dika Kurnia Lulusan Universitas Portland, AS, Bekerja di Salah Satu Penyedia Akses Internet

No comments: